Minggu, 11 Januari 2009

Distres Psikologis, fobia, insomnia dan amnesia disosiatif dari PTSD

Suatu permasalahan yang dialami seseorang yang dirasa berat secara mental, dan adanya ketidaksanggupan diri menanggung beban tersebut memang dapat menyebabkan seseorang mengalami distres psikologis yang berat yang dapat mempengaruhi perilaku atau gangguan emosional tersendiri.

Gangguan stress pasca trauma (Posttraumatic stress disorder/PTSD) merupakan reaksi yang berkelanjutan terhadap suatu pengalaman yang traumatis. Menurut Zlotnic dkk (dalam Nevid, 2003) PTSD dapat berlangsung selama berbulan-bulan, atau sampai beberapa decade dan mungkin baru muncul setelah beberapa bulan atau tahun setelah adanya pemaparan terhadap peristiwa traumatis tersebut. Respon terhadap ancaman tersebut dapat berupa perasaan takut yang intens, perasaan tidak berdaya, dan perasaan bingung terhadap suatu keadaan atau stimulus yang berhubungan dengan kejadian traumatis. Kerentanan terhadap PTSD kemungkinan tergantung pada pengalaman traumatis itu sendiri dan beberapa faktor pendukung seperti keparahan trauma, derajat pemaparan, ketersediaan dukungan social maupun penggunaan respon coping aktif dalam menghadapi stressor traumatis itu sendiri. PTSD ternyata juga dapat memunculkan fobia, insomnia dan amnesia disosiatif. Peristiwa traumatis dapat membuat seseorang mengalami fobia atau perasaan takut yang persisten terhadap objeck atau situasi yang dirasa berhubungan dengan peristiwa traumatis, hal-hal atau situasi yang menyenangkan sebelum peristiwa traumatis itu terjadi. Insomnia atau gangguan sulit tidur dan amnesia disosiatif, yakni tidak mampu menyebut kembali informasi pribadi yang penting, yang biasanya melibatkan pengalaman yang traumatis atau penuh tekanan, dalam bentuk yang tidak dapat dianggap sebagai lupa biasa. Amnesia disosiatif dapat terjadi secara bertahap tetapi seringkali muncul secara tiba-tiba dan spontan. Orang dengan gangguan Amnesia disosiatif ini biasanya lupa pada peristiwa atau kehidupan yang traumatis.

Penanganan gangguan ini dapat melibatkan lebih dari satu pendekatan traupetik, namun dukungan social dan penerimaan dalam diri atas kondisi yang terjadi akan lebih berpengaruh dan bermanfaat dalam proses pemulihan kondisi psikis seseorang dalam PTSD. (semoga bermanfaat ^_^)

Depresi Pasca melahirkan

Aku melihatnya terbaring pucat dengan tubuh yang tampak sangat kurus. Dia tidak seperti seorang wanita ketika habis melahirkan yang biasa kita lihat. Beberapa memori masa lalunya pun hilang..Dia hanya diam, terbaring lemas dan terlihat sangat depresi.....dia tidak seperti wanita, istri dan ibu baru yang bahagia menikmati perkawinannya…

Ketika aku mendekatinya saat itu...tidak ada reaksi sama sekali dan diapun tak mengenaliku…baru ketika keluarganya berulangkali memperkenalkan dan menjelaskan siapa diriku…dia baru bereaksi…ketika dia tersadar bahwa aku didekatnya, diapun memelukku dengan tangisan di matanya dan hanya berucap duapatah kata..”tolong aku”….


Banyak atau hampir semua ibu-ibu barumengalami perubahan mood, periode penuh airmata, dan masa sensitive setelah melahirkan anak, khususnya anak pertama. perubahan mood ini, secara umum disebut “maternity blues atau baby blues “ (kemurungan setelah melahirkan). hal ini biasa berlangsung selama beberapa hari dan dianggap sebagai suatu respon hormonal yang normal.

Namun, beberapa ibu mengalami perubahan mood yang parah selama beberapa bulan atau lebih, yang permasalahan ini mengacu pada depresi pasca melahirkan. Gangguan deperesi pasca melahirkan ini seringkali disertai dengan gangguan dalam selera makan dan tidur, self esteem yang rendah, serta kesulitan dalam mempertahankan konsentrasi dan perhatian dan gangguan yang lebih parah jika memiliki riwayat depresi atau mengalami stress sebelumnya.

Meskipun deperesi pasca melahirkan ini melibatkan ketidakseimbangan kimiawi atau hormonal yang terjadi karena melahirkan, namun terdapat faktor lain yang dapat mengakibatkan terkenanya resiko ini, seperti;adanya stress pada diri ibu, ibu tunggal atau pertamakali menjadi ibu, adanya masalah keuangan, perkawinanisolasi social, kurangnya dukungan pasangan dan anggota keluarga, adanya riwayat depresi dan memiliki bayi yang tidak diinginkan. Sehingga dukungan psikologis oleh keluarga maupun suami sangat penting untuk memperkecil risiko gangguan ini…

(semoga bermanfaat ^_^)

UntuK sanG pEnguasa SisTem

aku ingin bicara..

bicara padamu sang penguasa sistem..

bicara pada mereka-meraka pemegang harta dan tahta.


Apakah aura yang telah menyilaukan mata kalian??

Kalian bicara tentang pola logika dan kecerdasan

tapi lupa tentang bergeletaknya kebodohan..

Kalian bicara tentang hamparan kejujuran

tapi lupa kemunafikan...

Kalian bicara tentang harta

tapi lupa kemiskinan yang terasingkan...

Kalian bicara tentang langit-langit kebahagiaan

tapi lupa lembah kedukaan..


Siapakah yang sebenarnya harus dipertanyakan??

Siapakah yang harus memberikan penaungan atas bayang-bayang kegetiran??


aku...?? kamu...?? ataukah mereka..???

"Magical Template" designed by Blogger Buster