Gangguan makan yang umumnya ditemui pada remaja putri adalah anoreksia atau istilah kerennya dikenal dengan anorexia nervosa. Anorexia berarti kehilangan nafsu makan atau suatu sindrom yang membuat penderita menghindari keinginan untuk makan yang kemudian membuat dirinya berhasil menguasai dan mengatasi rasa lapar dan nafsu makannya sendiri.
Penderita anoreksia sadar bahwa mereka merasa lapar namun takut untuk memenuhi kebutuhan makan mereka karena bisa berakibat naiknya berat badan.
Persepsi mereka terhadap rasa kenyang terganggu sehingga pada saat mereka mengkonsumsi sejumlah makanan dalam porsi kecil sekalipun, mereka akan segera merasa ‘penuh’ atau bahkan mual. Mereka terus menerus melakukan diet mati-matian dan atau melakukan olahraga secara berlebihan, sehingga berat badannyapun turun secara drastis. Pada akhirnya kondisi ini bisa menimbulkan efek yang berbahaya yaitu kematian si penderita. Penderita biasanya benar-benar ingin kurus sampai-sampai penderita merasa kedinginan, sulit tidur dan beberapa gangguan emosional lainnya. (Anorexia Nervosa and Refeeding Syndrome.A Case Report )
Karena berbagai pencitraan di media massa mengenai bentuk tubuh ideal seorang perempuan, banyak perempuan yang menjadi korban tanpa disadari. Pada waktu yang sama, seringkali media mempunyai kecenderungan menyangkal nilai kualitas dan kekuatan yang timbul dari dalam diri. Banyak wanita dengan berat dan bentuk tubuh yang berbeda-beda "dikeluarkan" dari masyarakat atau direndahkan oleh citra-citra dan pesan-pesan ini. Sehingga pencitraan ukuran tubuh yang langsing cenderung ceking telah melipat gandakan kasus-kasus Anorexia dan Bulimia.
Pada khususnya, media sebagai lambang yang memperkuat ketakutan dan diskriminasi terhadap wanita-wanita gemuk. Sebaliknya, menurut tafsiran terdapat 9 dari 10 wanita, berjuang dengan masalah-masalah berat badan dan citra tubuh. Dan berat yang berlebihan kurang lebih dilihat sebagai masalah kesehatan yang kompleks dan lebih sebagai masalah kekuatan niatan pribadi wanita-wanita yang kelebihan berat badan seringkali diberitahu oleh praktisi kesehatan untuk "mengurangi berat badan".
Kebanyakan wanita ingin terlihat langsing dan kurus karena mereka beranggapan bahwa menjadi kurus akan membuat mereka bahagia, sukses dan populer. Apalagi jika melihat ‘body’ para selebritis yang langsing (yang sebenarnya lebih tepat dikatakan kurus-ceking) sehingga jika memakai baju model apapun terlihat pas dan pantas dipakai. Sementara lain halnya jika tubuh kita gendut,akan terlihat tidak pantas. Para pemerhati masalah media dan perempuan mengamati bahwa gejala gangguan pola makan mulai marak muncul sekitar tahun 1960-an ketika Twiggy dan Barbie muncul .( Jurnal Perempuan, Media Awareness,)
Ketika memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi sangat concern atas pertambahan berat badan mereka. Terjadi perubahan fisiologis tubuh yang kadangkala mengganggu. Biasanya, hal ini lebih sering dialami oleh remaja putri daripada remaja pria. Dalam JURNAL The Anxiety Level Differences Among Male and Female terlihat pula bahwa tingkat kecemasan perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Apalagi para remaja putri,tahu bahwa mereka mengalami pertambahan jumlah jaringan lemak sehingga mereka akan mudah untuk gemuk apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi.
Dari penelitian American Psychological Association/APA, terdapat hubungan yang kuat antara seksualisasi dengan tiga gangguan mental yang sering terjadi pada perempuan, yaitu kelainan makan (anoreksia nervosa, anoreksia bulimia), harga diri yang rendah, dan depresi. Gangguan yang berupa kelainan makan seperti anoreksia tentunya juga akan berdampak pada kesehatan fisik anak.
APA mendapati hampir semua bentuk media melakukan ciri (1) orang dinilai hanya dari daya tarik seksual atau perilaku seksualnya, (2) standar daya tarik fisik (yaitu, yang ’seksi’) didefinisikan secara sempit, (3) orang dijadikan objek atau alat pemenuh kebutuhan seksual, dan (4) nilai-nilai seksual dengan tidak sepantasnya dipaksakan ke dalam diri seseorang. Keempat ciri ini tidak harus tampil bersama-sama; keberadaan satu ciri saja sudah dapat menjadi bukti adanya seksualisasi.
Anak perempuan, khususnya, sangat rentan dipaksakan dengan seksualitas orang dewasa. Dalam media, seksualitas perempuan biasanya dilakukan dengan penggambaran secara seksual (misal: memakai baju yang minim/terbuka, dengan postur tubuh atau mimik muka yang menandakan kesiapan melakukan aktivitas seksual), objektivikasi seksual (misal: hanya ditampilkan bagian-bagian tubuh yang merangsang secara seksual seperti payudara atau pantat), dan penekanan yang kuat pada standar kecantikan fisik yang sempit dan tidak realistis. Dari hasil studi APA terhadap 40 tahun iklan media massa di AS, hanya 1.5% yang menampilkan seksualisasi anak-anak. Namun dari 1.5% tersebut, 85%-nya menampilkan seksualisasi pada anak perempuan. Dan angka tersebut terus meningkat setiap tahunnya.
Lingkungan sekitar juga ikut mempengaruhi. Semakin sering diledek ‘gendut’ maka dietnya semakin gencar. Maka tidak mengherankan bila ketidakpuasan seseorang dengan tubuhnya akan mengembangkan masalah pada gangguan makan.
Teman-temannya pun dapat melakukan seksualisasi ketika tubuh yang kurus dan seksi dijadikan standar untuk diterima di lingkungan pergaulan (untuk teman sesama perempuan), atau mengganggu teman-teman perempuan dan memperlakukan mereka sebagai objek seksual (untuk teman-temannya yang laki-laki).
Lingkungan keluarga juga dapat mempengaruhi. Ketika orangtua menekankan pada anak perempuannya bahwa penampilan fisik adalah hal yang terpenting dalam hidup, maka mereka telah melakukan seksualisasi. Beberapa bahkan mungkin sampai mendorong anaknya melakukan operasi plastik.
Ketika anak perempuan sudah diindoktrinasi oleh lingkungannya, maka selanjutnya ia yang akan melakukan seksualisasi dirinya sendiri. Gejala ini tampak dalam perilakunya membeli (atau meminta orangtua membelikan) produk atau pakaian yang membuatnya tampak lebih menarik secara fisik atau lebih seksi. Di tahap ini anak perempuan akan melakukan objektivikasi diri (self-objectification), di mana mereka memandang diri/tubuh mereka sendiri sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain secara fisik dan seksual.
Remaja dengan gangguan makan seperti di atas memiliki masalah dengan body imagenya. Artinya, mereka sudah memiliki suatu mind set (pemikiran yang sudah ter’patri’ di otak) bahwa tubuh mereka tidak ideal. Mereka mempersepsikan tubuhnya gemuk, banyak lemak di sana sini, tidak seksi dan lain-lain yang intinya tidak sedap untuk dipandang dan tidak semenarik tubuh orang lain. Akibat pemikiran yang sudah ter’patri’ ini, seorang remaja akan selalu melihat tubuh mereka terkesan gemuk padahal kenyataannya justru berat badan mereka semakin turun hingga akhirnya mereka menjadi sangat kurus. Mereka akan dihantui perasaan bersalah manakala mereka makan banyak karena hal itu akan menyebabkan berat badannya naik.
Masalah "body" ini akhirnya menyebabkan remaja menjadi tidak percaya diri dan sulit untuk menerima kondisi dirinya. Mereka beranggapan bahwa kepercayaan diri akan tumbuh kalau mereka juga memiliki tubuh yang sempurna (sempurna disini adalah ; kurus).
Anorexia pada umumnya mulai diderita seseorang pada usia remaja, walaupun bisa juga mulai muncul ketika anak berusia lima tahun atau pada orang tua berusia 60-an tahun. Gejala anorexia bisa bermacam-macam tergantung individu yang menderitanya. Menurut hasil penelitian dalam Jurnal of Clinical and health psychology biasanya ditandai dengan :
Menolak untuk mempertahankan berat badan normal dan cenderung selalu ingin lebih kurus.
Selalu ketakutan berat badannya akan naik walaupun kenyataannya berat badannya turun terus.
Berolahraga secara berlebihan
Punya kebiasaan makan yang aneh, seperti menyisihkan makanan di piringnya dan memotong-motongnya menjadi bagian-bagian kecil, mengunyah lambat-lambat, serta menghindari makan bersama keluarga.
Mereka menganggap kulit dan daging pada tubuh mereka sebagai lemak yang harus dimusnahkan.
Tidak adanya lemak di tubuh membuat penderita anorexia merasa tidak nyaman ketika duduk ataupun berbaring (saking kurusnya).
Mereka juga sulit tidur.
Dengan berlanjutnya penyakit ini, penderita mulai suka menyendiri dan menarik diri dari teman dan keluarga.
Beberapa penderita anoreksia dan bulimia dapat menurunkan berat badannya antara 25 – 50 % dari berat badan mereka. Jika gangguan ini tidak segera tertangani, maka dapat membawa dampak masalah baik secara fisik maupun psikis yang serius, bahkan kasus yang terparah bisa sampai menyebabkan kematian
Dampak fisik yang umumnya terjadi pada mereka :
Kehilangan selera makan, hingga tidak mau mengkonsumsi makanan apapun
Luka pada tenggorokan dan infeksi saluran pencernaan akibat terlalu sering memuntahkan makanan
Lemah, tidak bertenaga
Tubuh penderita bereaksi terhadap kondisi ini dengan cara menghentikan beberapa proses. Tekanan darah menurun drastis, napas melemah, dan kelenjar tiroid yang mengatur pertumbuhan menghilang.
Kulit mengering, rambut, dan kuku menjadi rapuh.
Pusing, kedinginan, sembelit, serta pembengkakan sendi.
Kekurangan lemak menyebabkan temperatur tubuh menurun.
Sebagai mekanisme alam, tumbuh lanugo atau rambut di seluruh tubuh termasuk wajah.
Ketidakseimbangan zat kimia dalam tubuh juga dapat menyebabkan serangan jantung.
Sulit berkonsentrasi
Gangguan menstruasi yakni berhenti menstruasi tiga bulan berturut-turut atau lebih padahal tidak hamil atau menstruasi terhenti (atau pada anak yang menginjak dewasa, mungkin menstruasi tidak dimulai sama sekali)
Gastroparesis diabetikal adalah suatu kelainan motilitas lambung yang terjadi pada penderita diabetes tanpa gangguan obstruksi pada gastroduodenal dengan atau tanpa manifestasi sindroma dispepsi dan ini disertai dengan adanya kelainan pada uji pengosongan lambung. (Farrel FJ. and Keeffe EB., 1995). Diman dari hasil penelitian Mabel Sihombing, , dkk. Dalam Jurnal Clinics and Radiologic Improvement With Cisapride Short Term Therapy in Gastroparesis Diabetica tahun 2002, bahwa Gastroparesis bisa diakibatkan oleh berbagai hal ; salah satunya adalah Anorexia Nervosa
Kematian
Dampak fisik secara tidak langsung juga akan mempengaruhi kondisi psikis seseorang, sehingga masalah psikologis yang muncul pada mereka adalah :
Perasaan tidak berharga
Sensitif, mudah tersinggung, mudah marah
Mudah merasa bersalah
Kehilangan minat untuk berinteraksi dengan orang lain
Tidak percaya diri, canggung berhadapan dengan orang banyak
Cenderung berbohong untuk menutupi perilaku makannya
Minta perhatian orang lain
Depresi (sedih terus menerus)
Baik dalam kasus bulimia maupun anorexia diperlukan penanganan dini, karena penanganan yang terlambat mempersulit pengobatan. Pengobatan segera harus diberikan untuk memulihkan berat badannya, dan jika kondisinya sangat lemah, harus dirawat di rumah sakit. Perawatan penderita anorexia nervosa harus disertai dengan bimbingan para spesialis (psikolog, ahli diet), karena dia perlu berdialog dengan para ahli tersebut agar bisa mengubah pandangannya. Lama terapi bisa beberapa bulan bahkan sampai tahunan. perawatannya pun sama, yaitu dengan mengubah persepsi diri mengenai tubuhnya.
Biasanya, keluarga pasien akan diminta bantuan dalam perawatan, seperti terapi psikoligis, konseling gizi, modifikasi perilaku, dan self-help groups. Terapi dapat berlangsung setahun atau lebih. bisa dilakukan sendiri di rumah bersama keluarga atau untuk kasus yang parah dengan rawat inap di rumah sakit.
Tetapi meskipun perawatan di Rumah Sakit diperlukan, tetapi akan lebih baik jika perawatan dilakukan dirumah yakni tanpa opname di Rumah Sakit. Menurut hasil penelitian dalam jurnal Family-Based Treatment of Adolescent Anorexia nervosa The Maudsley Approach. Menurut study hasil penelitian di London menunjukkan 75-90% penderita Anorexia dapat sembuh dengan melakukan perawatan Family baseddengan perawatan kurang lebih selama 12 bulan.
Perawatan dirumah atau rawat jalan ini memerlukan peran positif dan aktif orang tua untuk secara intensive mengembalikan kembali berat badan anak mereka, mendorong dan memotivasi anak untuk dapat berkembang normal kembali dengan disertai sikap kekeluargaan yang hangat.
Literatur Kepustakaan
Azumagawa, Kohji, dkk. 2007. Anorexia Nervosa and Refeeding Syndrome. A Case Report . Case Study The Scientific World JOURNAL. Child Health and Human Development.
Anorexia Nervosa. Jurnal Perempuan, Media Awareness. www.about-face.org
Grange, Daniel le & James Lock. 2005. FAMILY-BASED TREATMENT OF ADOLESCENT ANOREXIA NERVOSA: THE MAUDSLEY APPROACH. Journal National Eating Disorder London Centre
Levey, Robert. 2006. All abouth Anorexia Nervosa Article. Department of Medicine, Section of Psychiatry, University of Tennessee School of Medicine.
Machado, Barbara C. Oscar FG. Paulo PP. 2005. Anorexia Nervosa: Divergent Validity of a prototype narrative among anorexia relatives. International Jurnal of Clinical and health psychology.
Nevid, Jeffrey S. dkk. 2003. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.
Pokja.2007. Journal sexualization of girls. American Psychological Association(APA)
Sihombing, Mabel. 2002. Clinics and Radiologic Improvement With Cisapride Short Term Therapy in Gastroparesis Diabetica. Jurnal Kedokteran Edisi 20
Trismiati. 2004. Perbedaan Tingkat Kecemasan Antara Pria dan Wanita Yogyakarta. (The Anxiety Level Differences Among Male and FemaleYogyakarta). Jurnal PSYCHE Vol. 1 No. 1, Juli 2004
Tambunan, Raymond. 2005. ANOREXIA NERVOSA. www.e-psikologi.com
http://www.google.com/search?q=cache:H1Ha237qfkJ:www.depkes.go.id/downloads/Pedoman%2520Kes%2520Jiwa%2520Remaja.pdf+skizofrenia+filetype:pdf&hl=id&ct=clnk&cd=6&gl=id
http://www.prodia.co.id/files/smartliving/Edisi3/15.%20SL%20Edisi%203%20(Sehat%20Remaja).pdf