Sabtu, 10 Januari 2009

Explorasi Diri di dunia maya

Apakah internet dapat digunakan sebagai alat untuk eksplorasi diri?

Dengan ngegame di internet, aku merasakan kesenangan dan kepuasan tersendiri.. hanya dengan ngegame, aku bisa melupakan semuanya. disana aku bisa menjdi sosok-sosok yang aku inginkan…” . Begitulah defend yang dibuat seorang laki-laki yang ketika itu berumur 19 tahun, yang meninggalkan kuliah dan lari dari realitas kehidupan nyata dan memilih hidup di dunia maya dalam waktu hampir selama satu tahun, sampai akhirnya dia mau menghadapi dirinya dan problem yang dihadapinya, meskipun akhirnya merasakan penyesalan karena kehilangan masa-masa yang dilewatinya begitu saja.

Mengenai dampak internet sebagai alat explorasi diri, para Psikolog memang memandang hal tersebut tergantung dari pribadi si penggunanya. Tentu internet akan bermanfaat jika mampu meningkatkan kehidupan seseorang, dan sebaliknya menjadi penyakit jika membuat kacau kehidupan orang tersebut. Pengaruh buruk akan terjadi jika internet digunakan sebagai sarana untuk mengisolasi diri. Banyak orang tidak sadar bahwa lama-kelamaan ia menutup diri terhadap komunikasi sosial entah karena keasikan ngebrowse atau karena internet dipakai sebagai pelarian dari masalah-masalah yang berhubungan dengan kepribadiannya. Hal itu dapat terjadi karena ada individu yang menampilkan kepribadian yang berbeda pada saat online dengan offline. Motivasi dibalik itu tentu berbeda antara satu orang dengan yang lain. Permasalahan akan rumit jika alasannya adalah karena individu tersebut tidak puas/suka terhadap dirinya sendiri (mungkin karena rasa minder, malu, atau merasa tidak pantas), lantas menciptakan dan menampilkan kepribadian yang lain sekali dari dirinya yang asli. Seringkali ia lebih suka pada kepribadian hasil rekayasa yang baru karena tampak ideal baginya. Padahal, menurut para Psikolog, hal ini tidak benar dan tidak sehat.

Mengapa demikian?

Michelle Weil, seorang Psikolog dan pengarang buku terkenal, memberikan contoh konkrit tentang seorang gadis yang dijauhi oleh teman-temannya lalu kemudian menghabiskan waktu untuk mojok berchatting ria dengan menampilkan karakter yang sangat kontradiktif dengan karakter aslinya. Akibatnya, lama kelamaan ia semakin jauh dengan kenyataaan sosial yang ada, bahkan tidak bisa menerima diri apa adanya. Menurut pakar psikoanalisa terkenal seperti Erich Fromm, kondisi demikian dinamakan neurosis. Kondisi neurosis yang berkepanjangan akan mengakibatkan gangguan jiwa yang serius. Michelle lebih lanjut menambahkan, bahaya latennya adalah terbentuknya kepribadian online yang berbeda dengan yang asli.

Menghadapi realita kehidupan yang dipandang berat dan keras, memang sangatlah sulit...tapi, apakah kita harus lari dari kenyataan dan memilih hidup dalam fantasi kita sendiri?? Faktor penerimaan diri, itulah kunci awal dalam membuka gembok dalam gerbang jalan kehidupan..

0 komentar:

"Magical Template" designed by Blogger Buster